Penerimaan Negara Harus Lebih Fokus Pada Optimalisasi Sektor Pertanian dan Kelautan
Kasatnews.id , Jakarta – Posisi hutang Indonesia yang saat ini menyentuh angka 7.000 Trilyun bukanlah hal yang kecil dan bisa disepelekan begitu saja, kekhawatiran akan hal itu tentu menjadi momok tersendiri, apalagi pembayaran bunganya yang telah menyentuh angka 400 Trilyun yang harus dibayarkan melalui pendapatan APBN, dimana pendapatan negara cenderung tidak berkembang.
Ada gagasan agar pendapatan pajak dari PPN agar dinaikkan menjadi 11% sehingga pendapatan ke atas pajak naik sekitar 40 Trilyun rupiah. Namun ada lagi yang berpendapat lain, sebab masih banyak peluang yang justru belum disentuh oleh pemerintah sehingga pendapatan negara menjadi tidak maksimal.
Seperti pajak batubara yang disinyalir berpotensi memberikan setoran pajak bagi negara sebesar 150 Trilyun melalui pajak eksportnya sebagaimana yang disampaikan Faisal Basri selaku pengamat ekonomi, entah kenapa pemerintah justru membiarkan potensi ini tidak diserap, bahkan berbagai tudingan mengarah kepada rezim ini yang disebut Oligarki, artinya dilingkaran kekuasaan pemerintah saat ini masih banyak yang mempengaruhi kebijakan hingga hal ini sulit diwujudkan.
Belum lagi persoalan-persoalan khususnya yang terkait terhadap sektor perikanan, dimana sektor ini turut menyumbang kenaikan inflasi yang tentu saja membebani daya beli masyarakat sehingga pengendaliannya butuh keseriusan.
Indonesia memang memiliki potensi SDM yang luar biasa, dimana rasio usia produktif dari angka ini menjadi unggulan daya saing indonesia saat ini bila dibandingkan dengan negara-negara lain didunia. Namun keunggulan itu belumlah cukup apabila ketersediaan lapangan pekerjaan serta tumbuhnya sektor informal tidak cukup tersedia untuk menjadikan merek agar berkontribusi terhadap pertumbuhan nasional. Apalagi akses terhadap kebutuhan modal melalui perbankan tidak diawasi secara ketat, maka nyaris partisipasi UMKM kita yang saat ini berkontribusi sebesar 62% dari PDB nasional akan mengalami penurunan pula.
Tiga strategi pemerintah yaitu hilirisasi industri, digitalisasi usaha kecil dan menengah, serta ekonomi hijau tentu saja harus ditindaklanjuti pada upaya yang serius bagi setiap sektor pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan lebih mengoptimalkan eksport Indonesia melalui pengolahan barang setengah jadi demi menampung tenaga kerja yang lebih banyak, kemampuan digitalisasi UMKM untuk menguasai pasar internasional yang bertujuan menambah eksport hasil produk mereka. Ditambah lagi ekonomi hijau, artinya tumpuan pada bangkitnya sektor pertanian dan perkebunan serta peternakan adalah point penting bagi peningkatan sumber-sumber ekonomi nasional.
Rasio hutang Indonesia terhadap PDB kita memang masih pada kisaran 40% dari 60% yang diperkenankan secara UU, akan tetapi angka tersebut harus diwaspadai mengingat Indonesia tidak jauh berbeda dengan iklim dan keadaan negara-negara asia lainnya yang lebih dahulu mengalami resesi dengan kondisi alam yang nyaris menyerupai Indonesia. Walau pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berada pada kisaran 5,01 % di kuartal awal tahun ini, namun jika dilihat dari peningkatan pendapatan APBN belumlah cukup membanggakan. Apalagi sektor belanja pemerintah yang begitu dipengaruhi atas kewajiban bayar terhadap hutang pemerintah tersebut.
Masuknya Indonesia kedalam G-8 versi Rusia, dimana anggotanya terdiri dari China, India, Rusia, Indonesia, Brazil, Meksiko, Iran dan Turki, menjadikan kawasan Blok Timur memiliki kelompok negara maju untuk mengimbangi G-7 yang telah lebih dahulu ada. Tentu hal ini menjadi peluang tersendiri bagi berkembangnya ekonomi nasional. Walau gagasan ini muncul akibat tekanan Rusia atas Ukraina, dan berbagai sanksi ekonomi terhadap Rusia yang begitu banyak di prakarsai oleh Amerika dan sekutunya, namun sebagaimana pernyataan Prabowo Subianto yang mengatakan bahwa, “Musuh anda belum tentu merupakan musuh kami” hal itu disampaikannya dihadapan menteri-menteri pertahanan se-Asia Pacific.
Disamping sektor pertambangan, tentu Indonesia memiliki sumber-sumber lain yang dapat diandalkan menjadi peluang bagi peningkatan pendapatan negara, sektor yang tak kalah pentingnya itu adalah pertanian dan kelautan yang belum menampakkan nilai yang berarti. Selain ongkos produksinya yang mahal, produktivitas pertanian Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Termasuk pada sektor kelautan dan perikanan, dimana banyak yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ikan tangkap Indonesia yang kurang maksimal itu disebabkan kapasitas kapal nelayan yang tidak memadai dan kalah bersaing dalam perolehan hasil kelautan dan perikanannya.
Berbagai pendapat semestinya didengar, bahkan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Prof.DR. Rokhmin Dahuri, mengatakan ekonomi kelautan kita bisa memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional jika hal itu diserahkan kepada ahlinya. Sebab indonesia disebutnya memiliki potensi ekonomi kelautan yang besar lantaran 75 persen wilayahnya berupa laut. Potensi ekonomi dari sektor kelautan itu dapat mencapai senilai 1,4 triliun dolar AS hingga dapat menciptakan lapangan kerja bagi 45 juta penduduknya. Potensi produksi perikanan lndonesia bisa mencapai 115,63 juta ton dan baru dimanfaatkan sekitar 20 persennya saja.
Penulis : Andi Salim
Editor : Aswat