Jika Hukuman Mati Diberlakukan Bagi Koruptor, Tentu Gedung Senayan Akan Melompong?
Kasatnews.id , Jakarta – Beredar viral photo Nur Alam mantan Gubernur Sultra terpidana korupsi yang pelesir diluar lapas, namun hal itu dibantah oleh dirinya, bahwa photo tersebut bukan terjadi pasca dirinya ditetapkan sebagai terpidana yang berstatus sebagai warga binaan Lapas Sukamiskin Bandung.
Masyarakat pun dihebohkan pada viralnya berita tersebut. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana mungkin seorang penghuni Lapas dapat begitu bebas keluar masuk sesuai keinginannya padahal statusnya sebagai tahanan negara. Masyarakat kita acapkali gandrung pada sisi hilir dari pemberantasan korupsi, apakah ini fenomena pengalihan isu semata.
Pemberantasan korupsi di Indonesia semestinya mengikuti jejak China dan negara-negara dimana berlakunya hukum yang keras bagi para pelakunya agar tidak lagi berani melakukan perbuatan itu, atau paling tidak sekiranya masyarakat Indonesia lebih menyukai pada berlakunya hukum dari mayoritas penduduknya beragama islam, Indonesia dapat meniru Kerajaan Arab Saudi untuk menegakkan hukum terhadap para pelaku koruptor. Namun betapa lucunya para politikus kita justru mengambil posisi untuk membiarkan prilaku korupsi itu tetap bergulir. Sebab tidak ada hukuman yang keras seperti hukuman mati terhadap Ekstra Ordinary Crime yang satu ini.
Pola pencegahan dan banyaknya institusi yang menjelaskan pengertian korupsi sesuai menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dikutip bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, bukanlah tidak diketahui secara luas. Korupsi seakan bukan lagi barang aneh untuk dijumpai, bahkan kenyataannya praktek korupsi yang terjadi di Indonesia sudah melibatkan kalangan personal, Kelompok atau instansi politik dan hukum yang justru diharapkan dapat menumpas keberadaan mereka.
Suburnya korupsi itu sebenarnya dipengaruhi oleh 4 kelompok yang menurut penulis menentukan berkembangnya prilaku korupsi di Indonesia. Antara lain :
Gol-1. Mereka yang ingin memperoleh keuntungan dari negara tetapi tidak ingin merugikan negara.
Gol-2. Mereka yang ingin mendapat keuntungan negara akan tetapi tindakannya justru merugikan negara.
Gol-3. Mereka yang tidak mengambil keuntungan apapun dari negara serta menjauhkan diri dari aktifitas yang terkait dengan urusan negara, sehingga tidak mengakibatkan kerugian negara atas tindakan yang dilakukannya.
Gol-4. Mereka yang tidak memperoleh keuntungan dari negara namun mengakibatkan terjadinya kerugian yang dialami negara.
Dalam point diatas dapat kita ulas secara sederhana, bahwa pada Gol-1. Adalah golongan yang mengikuti tender pemerintah namun tidak ingin melakukan perbuatan yang menyimpang dari prasyarat yang diberlakukan terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku. Sehingga mereka yang termasuk pada golongan ini cenderung lurus dan bersih. Berbeda dengan Gol-2, mereka yang di golongan ini selalu menggunakan segala cara agar dirinya memperoleh keuntungan sekalipun mengurangi takaran dari syarat dan ketentuan yang berlaku, sehingga mereka akan merangkul berbagai pihak demi memuluskan agar segalanya lancar bahkan kwalitas pekerjaan dan hasilnya cenderung merugikan negara.
Pada Gol-3 ini bisa saja mereka berada didalam pemerintah, namun sikap pengabdiannya yang tulus dan dedikasi yang tinggi menjadikan pribadinya sangat menguntungkan negara. Akan tetapi golongan ini sering di marjinalkan oleh kelompok lain yang dianggap tidak mengikuti arus. Maka tidak heran kelompok ini justru semakin kecil dan disingkirkan termasuk pada promosi jabatan dan sebagainya. Akan tetapi, berbeda dengan Gol-4 yang justru tanpa disadarinya melakukan perbuatan yang berbeda seperti prilaku KKN, bahwa kemudahan dan hubungan kedekatan / nepotisme yang secara tidak langsung berakibat pada kerugian yang akan dialami negara pada akhirnya. Contoh diatas adalah sekelumit ilustrasi penulis semata.
Semangat pemberantasan Korupsi semestinya dengan mendahuluinya melalui pembentukan UU yang tegas dan tajam demi efek kejut yang menakutkan. Jika hanya himbauan semata, jangan harap peserta korupsi ini akan surut keberadaannya. Pemberlakuan hukuman yang ringan pada pelaku korupsi menyebabkan mereka berkembang bahkan telah beranak pinak menjadi prilaku pungli yang sesungguhnya tidak boleh lagi dipandang enteng. Apalagi ada upaya mengganggu kredibilitas penegakkan hukum dan kedaulatan negara. Tentu simpatisannya pun tidak sedikit dan masuk kedalam sendi-sendi pemangku kewenangan pemerintah yang pada akhirnya membuat negara ini terlihat Lemah.
Masyarakat Indonesia belum mencapai kesejahteraannya, hal itu terlihat dari PDB kita yang relatif tidak terlalu besar. Walau indikasi ini diprediksi akan terus meningkat, namun bila antisipasi korupsi ini tidak pernah serius ditegakkan, maka kebocoran negara akan terus membebani dari besarnya anggaran yang hilang atau menguap ditangan-tangan penguasa pusat atau daerah. Dibalik itu, para pengkhianat negara itu pun sedemikian pandainya memainkan perannya, mereka bergerak dan mendanai pergerakannya justru dari abainya negara yang membiarkan mereka menduduki jabatan-jabatan strategis dan basah yang didapatnya dengan cara menyogok dan menyuap siapapun termasuk membungkam penegak hukum kita agar tidak lagi berlaku tajam terhadap mereka.
Penulis : Andi Salim
Editor : Aswat