Dimanakah Komitmen Dan Integritas Pejabat Itu Akan Ditemukan Rakyat
Kasatnews.id , Jakarta – Mencermati kebutuhan masyarakat tentu kita akan mencoba melakukan generalisasi dari apa yang mereka butuhkan, lalu setelahnya kita akan memberikan peringkat mana yang menjadi skala prioritas yang dibutuhkan mereka agar keberlangsungan hidup dan kebutuhannya terpenuhi demi merasakan hadirnya negara dalam upaya mensejahterakan rakyatnya. Tentu saja elemen kebutuhan itu terlihat beragam dan sedemikian kompleks sifatnya. Sebab hal tersebut akan terkait atau dikaitkan dari faktor lingkungan serta proses kemajuan atau pertumbuhan dari daerahnya masing-masing.
Namun demikian, peringkat kebutuhan itu sudah sering kita dengar seperti pada istilah kebutuhan primer, sekunder dan tersier ( luxurious ). Dari hal tersebut, negara pun mencoba hadir melalui program-program pemerintahnya agar amanah undang-undang tersebut dapat dijalankan yang disesuaikan dengan kehendak rakyatnya. Akan tetapi, jika dilihat secara garis besarnya, faktor kebutuhan masyarakat tersebut tertuju pada 3 hal yang bersifat dasar dan mendesak dari apa yang diharapkan masyarakat, yaitu faktor kesejahteraan, faktor kesehatan dan faktor pendidikan. Hal itu demi mengurangi resistensi serta kerawanan bagi disparitas sosial ditengah masyarakat itu sendiri.
Apalagi faktor kesejahteraan yang menjadi penentu bagi tingkat kemampuan negara dalam mengentaskan persoalan ini, serta permasalahan standard kecukupan dan kelayakan hidup yang dialami atas individu atau setiap keluarga, maka kata miskin tentu menjadi musuh bersama antara pemerintah dan kelompok masyarakat terkecil sekalipun. Faktor tersebut dapat dilihat pada indikator perceraian yang diakibatkan oleh kemiskinan sehingga berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga pun menjadi naik, serta faktor kejahatan dan kriminalisasi pada lingkungan sekitarnya yang terjadi diberbagai negara berkembang pun disinyalir akibat keadaan negara yang gagal fokus, sehingga kemiskinan rakyat malah dituding menjadi penyebabnya.
Daya beli masyarakat harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah, sebab kenaikan harga barang dan jasa saat ini sungguh sangat mencekik yang dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat, dari mulai kelangkaan minyak goreng, naiknya harga kedelai dan daging, serta elpiji pun melilit persoalan mereka saat ini. Jika kebutuhan primer saja masih terseok-seok, namun terbukti pemerintah masih saja terlihat gagal fokus dan malah terlihat sibuk dengan upaya lain diluar indikator sebagaimana yang dimaksudkan diatas. Sebab faktor ini tentu saja menjadi rentan yang mengakibatkan angka kemiskinan akan bertambah.
maka jangan heran jika masyarakat kecil pun semakin termarjinalkan dari berbagai kebijakan yang dikembangkan pemerintah oleh karenanya tentu saja pengaruh lain datang dari permainan para saudagar kaya untuk mengambil kesempatan demi keuntungan yang berlipat dengan menimbunnya di gudang-gudang tersembunyi, dibalik kesepakatan yang terjadi dari embel-embel bagi hasil yang sama menggiurkannya. Sebab kata kekuasaan dan kewenangan selalu identik dengan kongkalikong dengan para pengusahanya. Disinilah penyimpangan kebijakan itu akan dimainkan. Sebab ukuran kejujuran atau istilah syarat dan prasyarat hanya sebagai tumpukan sampah yang siap disingkirkan.
Banyak kata amanah yang dilontarkan, namun sebanyak itu pula di ingkari, serta kata jujur, komitmen dan lain sebagainya hanya hiasan beranda depan demi menampilkan jawaban pada pertanyaan masyarakat yang sejak awal sudah mencurigainya, sebab sudah banyak bukti dari para pelaku koruptor yang semula mengatakan komitmennya, namun pada akhirnya menghiasi media pertelevisian kita dengan seragam oranye yang memalukan diri mereka sendiri. Tidak banyak sosok manusia yang dapat melakukan pengkhianatan dengan nilai korupsi yang mencengangkan masyarakat luas. Apalagi gaya dan prilaku yang ditampakkan pun semakin jauh dari kata penyesalan akan perbuatannya.
Simbol-simbol agama dan atribut keagamaan pun dikenakan agar kecurigaan masyarakat tersebut terhalau, sehingga forum diskusi dan pemaparan visi dan misi termasuk penyampaian program tidak lagi menjadi prioritas atau malah cukup dikantor saja, cara lama yang dahulu sering rapat pada pertemuan di hotel-hotel pun ditinggalkan untuk menggantinya dengan menghadiri ceramah agama sambil mengenakan busana yang menyelimuti hati mereka yang terlanjur compang camping dan tercemar. Maka busana keagamaan itu tentu akan menyamarkan keadaan mereka yang sesungguhnya akan terlihat apik dan tampak mulia. Apalagi dibalik pilihan busana itu sangat terkesan mahal dan mewah.
Masyarakat pun semakin lupa untuk menyandingkannya dengan penampilan jendral Hoegeng yang sangat sederhana, atau setidaknya terhadap Baharuddin Lopa mantan jaksa lalu, yang terlihat bagaikan seorang petugas RT atau RW dibalik busananya yang sederhana itu. Padahal, menyandingkan mereka tentu akan mudah memperoleh kesimpulan, bahwa kemiskinan itu adalah fakta yang sulit dipungkiri walau dengan segala upaya untuk menutupinya, begitu pula sebaliknya, mereka yang memiliki harta dan kaya raya juga akan mustahil menipu mata masyarakat yang terbiasa melihat kemiskinan itu pada sisi kehidupan mereka sehari-hari.
Alangkah lucunya pejabat kita yang justru sibuk dengan dirinya sendiri bukan malah mentranslate keinginan rakyat demi memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sebab bagaimana pun, kegagalan pemerintah adalah kegagalan bersama yang harus ditanggung bersama pula. Jika terus berfikir demikian, dari mana pendapatan negara ini dapat memperoleh support keuangan, kalau bukan memakmurkan rakyatnya, lalu dengan kuatnya rakyat maka kuat pula pasokan pajak yang dapat dipungut sebagai kewajiban yang harus dibayarkan oleh masyarakat kepada negaranya. Kecerdasan berfikir semacam itulah yang semestinya ditanamkan, bukan saja di kepala mereka namun harus ditanamkan didalam sanubari para pejabat itu pula.
Penulis : Andi Salim
Editor. : Aswat